Jatuh cinta pada pandangan pertama

pernah kamu merasakan kenyamanan walau kau belum mengenalnya lebih dalam?
pernah kamu merasakan sejuk dalam hati ketika menatapnya?
pernah kamu terpana melihat sosok didalamnya?
pernah kamu merasa telah mengenalnya sangaaat dekat walau baru detik itu kamu mendengar namanya?
pernah kamu melihat keteguhan hatinya?
seorang sosok, yang telah lama berdiri, menegakkan hati-hati yang lemah untuk mengingat Rasulullah SAW.
seorang sosok yang tak kenal lelah...
namun ketika itu saat berkumpul bersama sanak-saudara,
terdengar kabar duka itu..
menggelegar memukul hati-hati para muslim,
Innalillahi wa inna ilaihi Rojiun....
karena ulama dibandingkan dengan para ahli ibadah adalah seperti bulan dan bintang.

inilah profil sang ulama
Muslimedianews~Suatu ketika Habib Munzir bin Fuad Al Musawa (23 Februari 1973 - 15 September 2013) Pimpinan Majelis Rasululah SAW ditanya mengenai biografi dirinya pada sebuah forum onlineyang di asuhnya (Oktober 2005). 

Kemudian beliau pun menuliskan sebagai berikut :
Ayah saya bernama Fuad Abdurrahman Al-Musawa, yang lahir di Palembang, Sumatera selatan, dibesarkan di Makkah Al-Mukarramah, dan kemudian mengambil gelar sarjana di Newyork University, di bidang Jurnalistik, yang kemudian kembali ke Indonesia dan berkecimpung di bidang jurnalis, sebagai wartawan luar negeri, di harian Berita Yudha, yang kemudian di harian Berita Buana, beliau menjadi wartawan luar negeri selama kurang lebih empat puluh tahun, pada tahun 1996 beliau wafat dan dimakamkan di Cipanas Cianjur Jawa barat.
Nama saya Munzir bin Fuad bin Abdurrahman Al-Musawa, saya dilahirkan di Cipanas Cianjur Jawa barat, pada hari jum'at 23 Februari 1973, bertepatan 19 Muharram 1393 H.

Setelah saya menyelesaikan sekolah menengah atas, saya mulai mendalami Ilmu Syariah Islam di Ma'had Assaqafah Al Habib Abdurrahman Assegaf di Bukit Duri Jakarta Selatan, lalu mengambil kursus bahasa Arab di LPBA Assalafy Jakarta Timur, lalu memperdalam lagi Ilmu Syari'ah Islamiyah di Ma'had Al Khairat, Bekasi Timur, kemudian saya meneruskan untuk lebih mendalami Syari'ah ke Ma'had Darul Musthafa, Tarim Hadhramaut Yaman.
Selama empat tahun, disana saya mendalami Ilmu Fiqh, Ilmu tafsir Al Qur'an, Ilmu hadits, Ilmu sejarah, Ilmu tauhid, Ilmu tasawuf, Mahabbaturrasul SAW, Ilmu dakwah, dan ilmu-ilmu syariah lainnya.

Saya kembali ke Indonesia pada tahun 1998, dan mulai berdakwah, dengan mengunjungi rumah rumah, duduk dan bercengkerama dengan mereka, memberi mereka jalan keluar dalam segala permasalahan, lalu atas permintaan mereka maka mulailah saya membuka majlis, jumlah hadirin sekitar enam orang, saya terus berdakwah dengan meyebarkan kelembutan Allah SWT, yang membuat hati pendengar sejuk, saya tidak mencampuri urusan politik, dan selalu mengajarkan tujuan utama kita diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah SWT.

Bukan berarti harus duduk berdzikir sehari penuh tanpa bekerja dan lain-lain, tapi justru mewarnai semua gerak-gerik kita dengan kehidupan yangNabawi. Kalau dia ahli politik, maka ia ahli politik yang Nabawiy, kalau konglomerat, maka dia konglomerat yang Nabawiy, pejabat yang Nabawiy, pedagang yang Nabawiy, petani yang Nabawiy.
Betapa indahnya keadaan ummat apabila seluruh lapisan masyarakat adalah terwarnai dengan kenabawian, sehingga antara golongan miskin, golongan kaya, partai politik, pejabat pemerintahan terjalin persatuan dalam kenabawiyan.
Inilah Dakwah Nabi Muhammad SAW yang hakiki, masing masing dengan kesibukannya tapi hati mereka bergabung dengan satu kemuliaan, inilah tujuan Nabi saw diutus, untuk membawa rahmat bagi sekalian alam.

Kini majelis taklim saya yang dulu hanya dihadiri enam orang, sudah berjumlah sekitar tiga ribu hadirin, saya sudah membuka puluhan majlis taklim di seputar Jakarta Pusat. Saya juga sudah membuka majlis di seputar pulau jawa, yaitu:
*.Jawa Barat :Ujungkulon Banten, Cianjur, Bandung, Majalengka, Subang.
*.Jawa Tengah :Slawi Tegal, Purwokerto, Wonosobo, Jogjakarta, Solo, Sukoharjo, Jepara, Semarang.
*.Jawa timur :Mojokerto, Malang, Sukorejo, Tretes, Pasuruan, Sidoarjo, Probolinggo.
*.Bali :Denpasar, Klungkung, Negara, Karangasem.
*.NTB: Mataram Ampenan
*.Luar Negeri :Singapura, Johor, Kuala Lumpur.Namun kini kesemua kunjungan keluar Jakarta telah saya cukupkan setahun sekali dengan perintah Guru saya.Dan saya pun telah menjadi Narasumber di beberapa stasion TV swasta, yaitu di Indosiar untuk acara Embun Pagi tayangan 27 menit, di ANTV untuk acara Mutiara Pagi tayangan 27menit, RCTI, TPI, Trans TV dan LA TV.

Saya membina puluhan majelis di Jakarta, yang kesemuanya mendapat giliran jadwal kunjungan sebulan sekali, selain Majelis Induk di Masjid Al-Munawar Pancoran Jakarta Selatan yang diadakan setiap Senin malam dan setiap malam Jumat di kediaman saya, maka padatlah jadwal saya setiap malamnya sebulan penuh, namun tuntutan dari wilayah wilayah baru terus mendesak saya, maka saya terus berusaha memberi kesempatan kunjungan walaupun dg keterbatasan waktu.Email pribadi saya : munziralmusawa@ yahoo.com

Demikianlah sekilas dari Biografi saya, untuk memperjelas gerakan dakwah yang saya jalankan, semoga limpahan rahmat Allah swt bagi mereka yang berminat menerima seruan seruan Kelembutan Allah swt, Amin Allahumma Amin.Demikian Biografi ini saya buat.

Demikian biografi singkat yang oleh Habib Munzir bin Fuad Al Musawa diceritakan sendiri. Setiap Habib atau Sayyid atau Syarif, memiliki silsilah yang bersambung kepada Rasulullah Shallallahu 'Alayhi wa Sallam.
Silsilah Habib Munzir bin Fu'ad Al Musawa

Berikut adalah silsilah beliau: Al-Allamah wal Fahamah Sayyidi Syarif Al-Habib Munzir bin
*.Fuad bin
*.Abdurrahman bin
*.Ali bin
*.Abdurrahman bin
*.Ali bin
*.Aqil bin
*.Ahmad bin
*.Abdurrahman bin
*.Umar bin
*.Abdurrahman bin
*.Sulaiman bin
*.Yaasin bin
*.Ahmad Al-musawa bin
*.Muhammad Muqallaf bin
*.Ahmad bin
*.Abubakar Assakran bin
*.Abdurrahman Assegaf bin
*.Muhammad Mauladdawilah bin
*.Ali bin
*.Alwi Alghayur bin
*.Muhammad Faqihil Muqaddam bin
*.Ali bin
*.Muhammad Shahib Marbath bin
*.Ali Khali’ Qasim bin
*.Alwi bin
*.Muhammad bin
*.Alwi bin
*.Ubaidillah bin
*.Ahmad Almuhajir bin
*.Isa Arrumiy bin
*.Muhammad Annaqib bin
*.Ali Al Uraidhiy bin
*.Jakfar Asshadiq bin
*.Muhammad Albaqir bin
*.Ali Zainal Abidin bin
*.Husein dari Fathimah Azahra Putri Rasululullah SAW.

Guru-Guru dan Salah Satu Sanad Guru Habib Munzir Al Musawa
Adapun guru-guru beliau antara lain:

*.Habib Umar bin Hud Al-Athas (cipayung),
*.Habib Aqil bin Ahmad Alaydarus,
*.Habib Umar bin Abdurahman Assegaf,
*.Habib Hud Bagir Al-AthasDi pesantren Al-Khairat beliau belajar kepada
*.Ustadz Al-Habib Nagib bin Syeikh Abu BakarDi Hadramaut beliau belajar kepada
*.Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Arifbillah Sayyidi Syarif Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh bin Syeikh Abu Bakar bin Salim (Rubath Darul Mustafa)
*.juga sering hadir di majelisnya Al-Allamah Al-Arifbillah Al-Habib Salim Asy-Syatiri (Rubath Tarim)
.Dan yang paling berpengaruh di dalam membentuk kepribadian beliau adalah

*.Guru mulia Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Arifbillah Sayyidi Syarif Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh bin Syeikh Abu Bakar bin Salim.

Sanan keilmuan beliau adalah:
*.Al-Habib Munzir bin fuad Al-Musawa berguru kepada
*.Guru Mulia Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Musnid Al-Arifbillah Sayyidi Syarif Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh bin Syeikh Abu Bakar bin Salim,
*.Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Abdulqadir bin Ahmad Assegaf,
*.Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Abdullah Assyatiri,
*.Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi (simtuddurar),
*.Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Abdurrahman Al-Masyhur (shohibulfatawa),
*.Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abdullah bin Husen bin Thohir,
*.Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Umar bin Seggaf Assegaf,
*.Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Hamid bin Umar Ba’alawiy,
*.Al-Allamah Al-Habib Al-Hafizh Ahmad bin Zein Al-Habsyi,
*.Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad (shohiburratib),
*.Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Husein bin Abubakar bin Salim, (kepada ayahnya)
*.Al-Imam Al-Allamah Al-Habib Abubakar bin Salim (fakhrulwujud),
*.Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Ahmad bin Abdurrahman Syahabuddin,
*.Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abdurrahman bin Ali (Ainulmukasyifiin), (kepada ayahnya)
*.Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Ali bin Abubakar (assakran), (kepada ayahnya)
*.Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abubakar bin Abdurrahman Assegaf, (kepada ayahnya)
*.Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abdurrahman Assegaf, (kepada ayahnya)
*.Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Muhammad Mauladdawilah, (kepada ayahnya)
*.Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Ali bin Alwi Al-ghayur, (kepada ayahnya)
*.Al-Allamah Al-Hafizh Al-Imam faqihilmuqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawiy, (kepada ayahnya)
*.Al-Allamah Al-Imam Ali bin Muhammad Shahib Marbath, (kepada ayahnya)
*.Al-Allamah Al-Imam Muhammad Shahib Marbath bin Ali,(kepada ayahnya)
*.Al-Allamah Al-Imam Ali Khali’ Qasam bin Alwi,(kepada ayahnya)
*.Al-Allamah Al-Imam Alwi bin Muhammad,(kepada ayahnya)
*.Al-Allamah Al-Imam Muhammad bin Alwi,(kepada ayahnya)
*.Al-Allamah Al-Imam Alwi bin Ubaidillah,(kepada ayahnya)
*.Al-Allamah Al-Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir,(kepada ayahnya)
*.Al-Allamah Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa Arrumiy,(kepada ayahnya)
*.Al-Allamah Al-Imam Isa Arrumiy bin Muhammad Annaqib,(kepada ayahnya)
*.Al-Allamah Al-Imam Muhammad Annaqib bin Ali Al-Uraidhiy,(kepada ayahnya)
*.Al-Allamah Al-Imam Ali Al-Uraidhiy bin Ja’far Asshadiq,(kepada ayahnya)
*.Al-Allamah Al-Imam Ja’far Asshadiq bin Muhammad Al-Baqir,(kepada ayahnya)
*.Al-Allamah Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin,(kepada ayahnya)
*.Al-Allamah Al-Imam Ali Zainal Abidin Assajjad,(kepada ayahnya)
*.Al-Imam Husein ra,(kepada ayahnya)
*.Al-Imam Ali bin Abi Thalib ra,(kepada ayahnya)Dan beliau berguru kepada Semulia-mulia Guru, Sayyidina Muhammad Rasulullah SAW, maka sebaik-baik bimbingan guru adalah bimbingan Rasulullah SAW.
Wafat
Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat, pada Ahad 15 September 2013 atau 9 Dzul-Qa'dah 1434 H, sekitar pukul 15.30 WIB.
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
"Hanyalah yang memiliki khasy-yah (takut) kepada Allah dari kalangan hamba-hamba-Nya adalah para 'ulama". (QS. Fathir : 28)
Penulis : Ibnu Mansyur/Arats
Rujukan : Forum Majelis Rasulullah Onlinedan Wiki Aswaja NU (
https://www.facebook.com/GenerasiMudaNu?fref=ts 2013) 

Teringat wafatnya Habib Mundzir Al-Musawwa .. 
Al-Quran secara implisit mengisyaratkan wafatnya ulama sebagai sebuah musibah dunia, sebagaimana yg dikatakan Ibnu Abbas Ra.:

عن ابن عباس ، في قوله تعالى : أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الأَرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا سورة الرعد آية 41

Ibnu Abbas Ra. berkata tentang firman Allah: “Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah, lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya?” (QS. ar-Ra’d ayat 41).

قال : موت علمائها

Beliau mengatakan tentang (مِنْ أَطْرَافِهَا = dari tepi-tepinya) adalah wafatnya para ulama.”

وللبيهقي من حديث معروف بن خربوذ ، عن أبي جعفر ، أنه قال : موت عالم أحب إلى إبليس من موت سبعين عابدا

Dan menurut Imam Baihaqi dari hadits Ma’ruf bin Kharbudz dari Abu Ja’far Ra. berkata: “Kematian ulama lebih dicintai Iblis daripada kematian 70 orang ahli Ibadah.”

Dan mudah-mudahan muncul generasi pengganti para Ulama untuk meneruskan perjuangan mereka sebagaimana kutipan Imam Al-Ghozali dari Ali bin Abi Thalib RA:

إذا مات العالم ثلم في الإسلام ثلمة لا يسدها الا خلف منه

“Jika satu ulama wafat, maka ada sebuah lubang dalam Islam yang tak dapat ditambal kecuali oleh generasi penerusnya.” (Ihya ‘Ulumiddin juz 1 halaman 15)


(https://www.facebook.com/muhammad.azka.56?fref=ts 2013)

Wasiat Habib Mundzir kepada ummat Islam

Muslimedianews ~ Salah satu wasiat Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa: “Jika aku wafat mendahului kalian, kutitipkan perjuangan dakwah sang Nabi Saw. pada kalian, kita akan abadi bersama dalam kebahagiaan kelak insya Allah tanpa ada perpisahan.”

“Habib Ismail Fajrie Alattas Berkisah Tentang Habib Mundzir bin Fuad Al-Musawa”

Saya mengenal Habib Mundzir kira-kira akhir tahun 1998. Waktu itu beliau baru kembali ke tanah air setelah beberapa tahun mondok di Hadhramaut. Kala itu, kalangan habaib dan kyai di Jawa tercengang dengan kembalinya kurang lebih 40 anak Indonesia yang baru kembali dari Hadhramaut.

Ke 40 pemuda tersebut adalah murid dari Habib Umar bin Hafidz, seorang ulama muda (kelahiran 1962) yang namanya tengah melejit. Habib Umar pertamakali dikenal di Indonesia tahun 1993, ketika beliau datang ke Jawa atas undangan Habib Anis al-Habsyi Solo.

Pada kunjungan tersebut, banyak habaib dan kyai yang mengagumi ilmu dan kemampuan retorika Habib Umar. Akhirnya setelah kurang lebih sebulan di Indonesia, Habib Umar kembali ke Hadhramaut membawa 40 murid, salah satunya Habib Mundzir.

Kala itu, keadaan di Hadhramaut serba kekurangan. Yaman Selatan baru bersatu dengan Yaman Utara. Banyak masyarakat yang berharap. Setelah lebih dari 2 dekade di bawah rezim komunis, Yaman Selatan akhirnya kembali mencicipi kebebasan. Madrasah-madrasah yang dahulu ditutup paksa oleh rezim komunis kini terbuka kembali. Di bawah rezim komunis, banyak ulama yang dibunuh dan diculik, salah satunya ayah Habib Umar, Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz. Setelah bersatunya Yaman, ulama-ulama yang dahulu terusir dari tanah airnya, kini kembali menyemarakkan majelis-majelis ilmiah di Hadhramaut.

Para pemuda, seperti Habib Umar yang memiliki kegelisahan, akhirnya mampu mengekspresikan ilmu dan keberagamaan mereka secara bebas. Mereka ingin mengembalikan kembali semangat keagamaan yang damai, toleran, berbasis Ahlussunnah wal Jama’ah dan tasawwuf ke Hadhramaut.

Di saat yang sama, mereka menghadapi kaum Salafi-Wahabi yang kala itu digunakan oleh pemerintahan Yaman Utara untuk merongrong Yaman Selatan. Jadi, bagi para ulama termasuk Habib Umar, tantangannya adalah bagaimana membangun kembali kehidupan beragama yang damai. Bagaimana menjaga paham Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) di tengah rongrongan Salafi-Wahabi dan sisa-sisa paham komunisme di Yaman Selatan.

Maka dalam konteks yang demikian, dibukalah kembali institusi-institusi pendidikan tradisional, seperti Rubath Tarim yang telah sekian lama ditutup. Itulah konteks Hadhramaut ketika Habib Umar kembali membawa 40 pemuda Indonesia.

Sebagai seorang yang belum dikenal, Habib Umar tidak memiliki madrasah atau pesantren. Ia harus mendidik 40 anak tersebut sendiri. Maka disewalah rumah tempat tinggal 40 anak tersebut. Setiap hari Habib Umar megajarkan mereka ilmu dan amalan pembersihan hati. Tak ada institusi formal, tak ada asisten dosen, tak ada kemewahan. 40 anak tersebut ditempa dan diasuh langsung oleh Habib Umar.

Semangat keberagamaan gegap gempita di atas tumpukan sejarah masa kelam rezim komunis. Semangat keberagamaan menguat, untuk menghadapi golongan Salafi-Wahabi eks-Afghanistan yang ditopang oleh pemerintah Yaman Utara. Maka beruntunglah 40 pemuda tersebut, diasuh dan dididik dengan penuh semangat dan optimisme akan hari depan yang lebih cerah.

Belum genap setahun 40 anak Indonesia di Hadhramaut, pecahlah perang saudara antara Yaman Selatan dan Utara. Habib Umar merasa bertanggung jawab untuk melindungi ke-40 anak yang telah dititipkan kepadanya oleh orang tua mereka.

Keadaan sangat buruk. Listrik mati. Tak ada makanan. Ke-40 anak tersebut terpaksa makan roti dengan lauk sambal. Hidup dalam kancah peperangan sangat sulit.

Namun di tengah kesengsaraan, sang guru tetap mengajarkan mereka pilar-pilar Aswaja. Membersihkan jiwa mereka dengan segenap dzikir. Sampai akhirnya perang berakhir dan kembai ke Indonesia pada tahun 1998. 40 anak Indonesia tersebutlah yang menjadi embrio terbentuknya pesantren Darul Musthafa yang hingga kini diasuh Habib Umar.

Sekarang, pesantren Darul Musthafa menjadisalah satu tujuan favorit para penuntut ilmu dari seluruh dunia, termasuk AS dan Inggris. Tak ada yang menyangka sebuah kunjungan ke Solo tahun 1993 berujung pada berdirinya salah satu pusat keilmuan Islam tradisional dunia.

Ketika 40 pemuda tersebut kembali ke Indonesia, mereka langsung menempati posisi-posisi bergengsi dalam gerakan dakwah dan ilmu. Kebanyakan dari mereka adalah anak habaib atau kyai berpengaruh. Saat mereka kembali, mereka menjadi pemimpin di institusi masing-masing. Sebagian lagi ada yang diambil menantu oleh habaib dan kyai yang berpengaruh.

Habib Mundzir adalah kasus yg unik. Beliau bukan anak ulama. Ayahnya jurnalis lulusan New York University. Ia tidak memiliki pesantren dan tidak memiliki tempat bernaung. Beberapa tahun pertama, Habib Alawi al-Aydrus memintanya untuk mengasuh majelis taklim di Cipayung. Tapi sepertinya ada kegelisahan dalam diri Habib Mundzir. Ia seperti tidak memiliki tempat untuk berkiprah.

Tempat-tempat prestisius dalam gerakan dan institusi dakwah telah diisi oleh anggota keluarga masing-masing. Seorang habib tanpa trah keulamaan yang kuat seperti dirinya seakan disisihkan oleh mereka yang telah memiliki tempat yang kokoh. Realitas demikian banyak terjadi di Indonesia. Seorang cerdas kembali ke tanah air dan tak mendapatkan tempat.

Namun justru realita dakwah yang demikian, dengan mafia-mafia dakwahnya, membentuk figur Habib Mundzir yang siap mendobrak tatanan dakwah di Jakarta.

Saya ingat beliau cerita di kantornya di Tebet: “Dakwah adalah kewajiban kita semua, bukan hanya untuk anak kyai dan habib kondang.”

Akhirnya Habib Mundzir meninggalkan Cipayung dan mulai mengajar dari rumah ke rumah di kawasan Pasar Minggu dan Kalibata, Jakarta Selatan. Beliau membangun majelis kecil-kecilan tanpa tempat. Berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah lainnya. Dan akhirnya sebuah masjid di Pancoran membuka pintunya untuk majelis Habib Mundzir. Maka terbentuklah Majelis Rasulullah.

Sesuatu yang dikerjakan secara serius dan telaten, akhirnya membuahkan hasil. Lambat laun jamaah beliau tambah banyak.

Habib Mundzir mencoba membuka pintu dakwah agar pelbagai kalangan dapat ikut masuk, khususnya kaum pemuda ibukota. Dalam berdakwah beliau mencoba mencari jalan tengah dan persamaan, ketimbang membangun kebencian dan permusuhan. Sampai-sampai, beliau lebih suka menggunakan kitab Shahih Bukhari dalam pengajiannya, karena kitab tersebut diterima oleh semua kalangan. Beliau menyuguhkan jangkar pada pemuda ibukota yang terombang-ambing di tengah derasnya arus perubahan ibukota.

Melalui solidaritas yang dipupuk dalam majelis-majelis beliau, pemuda ibukota yang sebelumnya bingung ke mana melangkah, mendapatkan pemaknaan. Banyak pengikut Habib Mundzir bukan berasal dari background Nahdliyin (NU). Kadang mereka kerap mengkritik beliau. Namun beliau dengan sabar menjawab dan berkaca. Beliau menggunakan media internet untuk berkomunikasi dengan pengikut beliau.

Bagi Habib Mundzir sepertinya dakwah harus menjemput bola. Ulama harus proaktif mengikuti perkembangan zaman dan perubahan masa. Beliau bercerita pada saya bagaimana beliau rela mengikuti kritikan sebagian pengikutnya, agar mereka masih mau tetap belajar. Pada figur Habib Mundzir kita menemukan seorang da’i yang siap menuruti kehendak ummatnya, selama itu baik, ketimbang selalu minta diikuti.

Pada akhirnya, Habib Mundzir mengajarkan pada kita bahwa dakwah bukanlah milik segelintir individu mapan. Dakwah adalah proyek bersama. Kita semua harus berdakwah, bukan hanya anak-anak para ulama dan pembesar agama. Anak-anak muda yang tidak dari kalangan pesantren juga turut serta. Anak muda ibukota, kaya-miskin, terdidik-tidak terdidik, semua dapat ikut serta menjaga panji Rasul Saw.

Habib Mundzir mengajarkan pada kita bahwa mengikuti Sang Kekasih Saw. tidak berarti kita harus bersikap keras dan intoleran. Justru dengan lemah lembut, santun dan dengan budi pekerti yang baik, kita akan dapat menjadi duta duta Sang Kekasih Saw. untuk ummat manusia.

Saya ingat ketika ribut-ribut masalah Ahmadiyah, Habib Mundzir meminta pengikutnya untuk tidak ikut-ikutan demo dan huru hara anti-Ahmadiyyah. Bagi beliau, cara menghadapi Ahmadiyah yang paling baik adalah memperkuat aqidah dan amaliyah Aswaja, bukan dengan cara-cara reaksioner. Tumbuhkan rasa cinta ummat kepada Sang Kekasih Saw., maka semuanya akan terbangun dan tertata rapi. Begitu sepertinya formula Habib Mundzir. Memutuskan tali cinta ummat kepada Sang Kekasih akan menghancurkan ummat.

Akhirnya, semoga Tuhan meliputi hati kita dengan cinta kepada Sang Kekasih Saw. Semoga Tuhan membalas amal dan kerja keras Habib Mundzir dengan sebaik-baik balasan. Dan semoga kelak kita semua dikumpulkan dengan Sang Kekasih.

Demikianlah sedikit kenangan saya tentang Habib Mundzir. Sekali lagi saya turut berduka cita kepada seluruh umat Islam atas musibah ini. Saya tidak hanya kehilangan seorang kawan dan saudara. Saya kehilangan seorang sosok yang saya kagumi. Demikianlah yang bisa saya sampaikan tentang sosok Habib Mundzir. Kurang lebihnya mohon maaf.

(Habib Ismail Fajrie Alattas (sang penulis) adalah seorang habib muda yang menekuni tasawuf, filsafat, sastra dan musik. Saat ini sedang menyelesaikan program doktoralnya di bidang antropologi dan sejarah di University of Michigan, Amerika).

Sya’roni As-Samfuriy, Tegal 16 September 2013

di copy dari (https://www.facebook.com/GenerasiMudaNu?fref=ts 2013)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

untuk dikisahkan

speak up is easy

Maknai Secuil Torehan tinta