-Keutamaan Mengajar-

Ihya’ ‘Ulumuddin 1

Bismillahirrahmanirrahim..

 Alhamdulillah, masih diberikan kesempatan untuk menggerakkan tangan ini, menulis kata per kata dalam kalimat yang tak terlalu panjang, tak juga terlalu pendek.. Alhamdulillah, masih diberikan kesempatan untuk belajar lebih banyak mengenai kehidupan, Alhamdulillah masih diberikan keimanan dan keyakinan Aqidah.. alhamdulillah masih diberikan umur hingga saat ini masih mampu menghirup udara segar bumi yang hijau..
Berhubung ane kurang bisa menyampaikan secara lisan langsung ke saudara2 satu persatu.. kayaknya media ini menjadi salah satu wadah yang menurut ane... tepat? Entahlah, yang penting nulis... ^_^ pan udah cukup lama ni blog di telantarkan kayak hutan belantara... baru 13 postingan di tahun 2013.. nah... berhubung sekarang waktunya udah agak longgar, daripada waktunya kebuang percuma dengan tidur, maen games, facebookan, ngepoin orang, #upps.. haha (kebiasaan) kayaknya bakal lebih bermanfaat kalo disalurkan dengan menulis kembali, atau kalo kata ustadz ece, membuat catatan ilmu.. agar lebih mudah menjadikannya ilmu (yang telah difahami dan hafal)
Kalo diliat nih... dicatetan di buku ane, kalo lagi ngantuk... uuh... itu tulisan apa cacing yang nemplok di buku yah? Haha... dan kayaknya gak Cuma saya, begitupun yang lain... iya kan? Ngaku aja deh....  tuh, yang ngrasa malah senyum-senyum sendiri kan... hati-hati disangka aneh non/bang... ^_^
Yup.. mulai.. catatan di buku tertera hari jum’at, tanggal 13 desember 2013. Mengenai keutamaan mengajar. Jadi apa sih keutamaan mengajar itu? Mau tau aja apa mau tau baget?

Nah, tau kan... ketika kita menjadi pengajar, maka otomatis kita harus muthola-ah terlebih dahulu, mengulang kembali, membaca materi yang akan diajarkan. Makanya kalau kita mau pinter... kudu mau ngajar.. (sendirinya paling gak bisa ngajar) haha.. peace... kan ceritanya ane Cuma menyampaikan kembali, kata Rasulullah kan, “sampaikanlah ilmu walau hanya satu ayat”. Jika orang sudah mengerti agama islam, maka wajib untuk menyampaikan. Semoga kita diberikan kemampuan untuk menyampaikan dan menjadi orang yang bermanfaat... “amiin...”
Ada sebuah hadist yang berbunyi “barangsiapa menyembunyikan kebenaran (baik ketika ia menjadi saksi), sesungguhnya hatinya udah berbuat dosa. Tidaklah Allah memberi ilmu pada ulama agar ilmunya disampaikan, tidak ditutupi sedikitpun.” Tidak ada lagi ucapan yang paling baik kecuali mengajak beriman pada Allah dan beramal sholeh lillahi ta’ala. Ajaklah dengan penuh hikmat (kebijaksanaan, tidak memaksa) dan penuh nasihat seperti ayah membujuk anaknya agar berbuat kebaikan”

Subhanallah... itulah cara yang diajarkan oleh nabi Muhammad SAW dalam menyampaikan risalahnya, beliau bersabda, “Innamal bu’istu li-utamimma makarimal akhlaq” Seungguhnya aku diutus ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.. #sabda nabi ynag paling dihafal sejak madrasah, karena setiap latihan bikin kaligrafi, pak dani ngasihnya itu lagi itu lagi, haha... *kangen jaman dulu ketika hati ini masih sangat mudah menerima pelajaran... sekarang,,, nampaknya telah banyak tertutup oleh dosa-dosa yang menghitam dan memblokir jalan masuknya ilmu sedikit demi sedikit.. Innalillah... semoga kita diselamatkan dari pedihnya siksa neraka.. “Amiin”
Dalam sebuah hadist, Nabi bersabda “Muaz bin Jabbal diutus oleh Rasul ke Yaman, dimana negara/kota/ apa yah..?, maap, nilai geografi penulis tidak baik, haha... -_-‘ pokoknya di Yaman yang di tempat itu sudah terbentuk budaya jauh sebelum masa kenabian Nabi Muhammad, *kalo gak salah inget, Yaman itu tempatnya ratu Bilqis itu loh.... sehingga kebudayaan disana sudah jauh berkembang, adanya pemimpin perempuan pertama (ratu Bilqis), membuat daerah tersebut kaya akan budaya yang tidak ada di makkah, dan Nabi  Muhammad mempercayakan Muaz bin Jabbal untuk berdakwah disana.. nabi bersabda “sungguh Allah memberi petunjuk pada seseorang, lebih baik dari dunia dan seisinya.”
Saat itu Muaz merasa belum mampu berdakwah sendiri disana,
“ya Rasul, apa yang harus saya lakukan jika ada perkara baru yang tidak dapat saya selesaikan?”
 Maka rasul menjawab, maka kembalikanlah pada Al-Qur’an..
“jika tak ada dalam al-Qur’an?”
“kembalilah pada hadist”
“lalu jika pun tidak ada dalam hadist, apa yang harus saya lakukan?”
“berfikirlah kamu atasnya”.
Pedoman kita adalah Al-Qur’an, Hadist, Ijma’ dan Qiyas. Maka tidaklah heran jika di indonesia yang berbudaya luas ini... para Ulama kita membuat sesuatu yang baru yang tidak bertentangan dengan al-qur’an dan hadist. Karena di masa Rasulullah pun, hal tersebut telah dilakukan dan jelas-jelas beliau tidak melarang selagi tidak melanggar hukum islam dan demi kebaikan dan diterimanya Islam di berbagai negara, karena budaya makkah tidaklah semuanya sama seperti budaya indonesia. Maka jika ada yang mengatakan bahwa tahlilan, Sholawatan, Yasinan, tawassul, ziaroh adalah bid’ah yang sesat, maka antum belum memahami benar apa arti bid’ah yang sesungguhnya.
Lalu siapakan pelaku bid’ah hasanah yang pertama setelah wafatnya Rasullallah? Dialah Abubakar Ashiddiq dan Umar bin Khottob yang menyetujui, bahkan menganjurkan dan memerintahkan hal yang baru, yang tidak dilakukan oleh Rasulullah yaitu pembukuan al-Qur’an dan selesai dimasa Utsman bin Affan dengan persetujuan dan kehadiran Ali bin Abi Thalib dan seluruh shahabat ra.
Maka sempurnalah sudah keempat khulafa’urrasyidin melakukan bid’ah hasanah. Umar pun berkata “Inilah sebaik-baiknya bid’ah” (shohih Bukhori hadist No. 1906)
Demikian pula hal yang dibuat - buat tanpa perintah Rasul saw adalah 2X adzan di Shalat Jumat, tidak pernah dilakukan di masa Rasul saw, tidak dimasa Khalifah Abubakar Asshiddiq ra, tidak pula di masa Umar bin khattab ra dan baru dilakukan di masa Utsman bin Affan ra, dan diteruskan hingga kini (Shahih Bukhari hadits No.873). Seluruh madzhab mengikutinya. Lalu siapakah yang salah dan tertuduh? Siapakah yang lebih mengerti larangan Bid’ah?
Adakah pendapat mengatakan bahwa keempat Khulafa’urrasyidin ini tak faham makna Bid’ah? (Habib Munzir Al Musawa, Kenalilah Aqidahmu,  2009)

Balik lagi ke Ihya’ ‘Ulumuddin, ternyata Masih banyak lagi nih, hadist mengenai keutamaan pengajar,
“barang siapa belajar 1 bab dari ilmu, kemudian diajarkan pada orang, maka Allah  memberikan pahala 70x Shidiq.
Rasulullah: “ bila tiba hari kiamat, berkata allah pada ahli ibadah dan ahli jihad, “masuklah kamu kedalam syurga”. Allah berkata pada para Ulama, “kamu berada disisiku, seperti sebagian malaikat, maka berikanlah syafaat kamu semua. Jika ada yang mengharap syafaat dari ‘‘Ulama dengan melakukan ziaroh, maka hal itu bukanlah suatu kesesatan’’
Nah, begitu saudara-saudara... bahwasannya ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diamalkan oleh diri sendiri maupun orang lain. Artinya, menjadi seorang pengajar, insya Allah memiliki banyak keutamaan, apalagi ketika banyak yang mengamalkan apa yang kita sampaikan, Yuk ajak pada kebaikan.
Fastabiqul khoirot... ^_^

Salam hangat



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

untuk dikisahkan

speak up is easy

Maknai Secuil Torehan tinta